Pages

Sunday, March 8, 2015

Tak Seorang Gadis pun

Dhammaduta jugalah seorang manusia, dapat merasakan perasaan yang secara wajar juga dapat dirasakan oleh orang lain. Terlebih lagi, aku masih dikatakan berusia muda untuk memanggul tugas yang mulia ini. Jujur saja, aku memang menyimpan sebuah rasa kepada seorang gadis yang dulu sempat dekat denganku. Kala itu, kami bertatap mata satu sama lain di sebuah pertemuan dalam organisasi yang sama, yakni organisasi buddhis di kampus tempat kami kuliah bersama. Kami memang tak mengambil jurusan yang sama. Hal itulah salah satu yang sedikit menjauhkan jarakku dengannya.
Jauh sebelum berjumpa dengannya di lingkungan tempat kami belajar kini, tanpa kusadari kami sempat bertemu beberapa kali dalam sebuah acara organisasi buddhis skala provinsi. Namun, saat itu aku masih duduk di kursi SD. Hingga akhirnya, aku baru dapat menyadari betapa indahnya senyuman itu,... tatapan itu,... serta wajah menggemaskannya, setelah berjumpa di lingkungan kami menempuh pendidikan di universitas.
Dapat dikatakan bahwa aku bukanlah seseorang yang sulit menyukai orang lain. Namun, juga tak dapat disimpulkan bahwa aku seseorang yang begitu mudah menyukai orang lain. Delapan kali berhubungan asmara, tak seluruhnya mampu melengkapi kehampaan hati. Semua itu dihitung dari ketika pertama kali kuputuskan untuk memiliki sebuah hubungan spesial dengan seorang gadis. Saat itu, aku tengah menempuh pendidikan di kursi SMP. Begitu indah rasanya saat itu. Meskipun keindahan itu tak berumur panjang. Segalanya berakhir ketika dia meninggalkanku demi laki-laki lain. Usaha untuk menerimanya telah kulakukan. Dengan berulang kali mengusap pipi yang dibasahi air mata, kucoba menyadari bahwa aku memang tak sempurna untuknya.
Terlepas ikatan hubungan dengannya, aku tak henti-hentinya mencoba tuk cari sosok lain yang mungkin mampu menutupi lubang di hati. Gadis demi gadis, kumasuki kehidupan mereka. Hingga waktu berlalu, dan tak jua pecahan hati yang hilang kutemukan. Semua baru saja terasa berbeda, ketika aku berjumpa kembali dengan gadis yang kumaksud. Dia bukanlah seorang gadis yang pertama kali kujumpai, bukan yang pertama kali kusimpan rasa untuknya. Namun, hanya dialah seorang yang mampu melengkapi bagian hilang dari hati.
Meski begitu, tatapan matanya yang kusebut-sebut begitu indah, tak sedikitpun kutemukan rasa yang sama padaku. Aku tak ingin memaksakan perasaannya. Kala itu jua, sempat aku merasa angkuh dengan berpikir akan banyak kutemukan gadis sepertinya. Sejak itu, aku pergi mencari,... terus mencari,... dan akhirnya aku berhasil membuktikan bahwa gadis sepertinya memang tak hanya dia seorang. Beberapa darinya yang kutemukan, mulai kukejar mereka satu demi satu. Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa semakin kukejar, semakin kusadari... bahwa aku salah... Tak seorang gadis pun mampu menggesernya dari hatiku.

0 comments :

Post a Comment