Pages

Tuesday, March 3, 2015

Kesesuaian Budaya dan Tradisi Tionghoa dengan Agama Buddha

Karena belum melewati cap go me, sehingga masih berada dalam suasana Tahun Baru Imlek. Dan alangkah baiknya saya, Aditya Tandi, sebagai penulis blog iPad Dhammaduta, secara pribadi mengucapkan Kionghi Huat Cai, Selamat Tahun Baru Imlek 2566 (berdasarkan tahun kelahiran Konghucu). Berkenaan dengan Tahun Baru Imlek, ada beberapa keunikan tersendiri dalam perayaannya. Misalnya saja penduduk tionghoa di Indonesia yang biasanya membunyikan petasan pada Tahun Baru Imlek. Kemudian, beberapa juga menyembunyikan sapu. Dan sudah tidak asing jika banyak yang menggantungkan lampion merah. Serta masih banyak lagi tradisi tionghoa baik saat Tahun Baru Imlek atau saat-saat tertentu lainnya. Sebenarnya apa sih esensi dari tradisi-tradisi tersebut? Dan apakah budaya dan tradisi yang selama ini dijalankan sesuai dengan ajaran Agama Buddha?
Sesungguhnya cukup lucu, jika ditanyakan apakah budaya dan tradisi tionghoa sesuai dengan ajaran Agama Buddha. Ajaran Buddha adalah kebenaran mutlak yang akrab kita sebut “Dhamma”. Sedangkan Dhamma secara luas merupakan seluruh fenomena yang berada di alam semesta ini... termasuk budaya dan tradisi baik yang dijalankan penduduk tionghoa di Indonesia, maupun penduduk pribumi seperti sunda, jawa, batak, dll. Hal ini layaknya kita tidak dapat mengatakan bahwa angka nol bukanlah merupakan sebuah angka, karena tidak memiliki nilai. Sedangkan ketika kita sendiri menyebutkan “angka nol” saja secara tidak langsung telah mengatakan bahwa nol adalah angka.
Dalam Dhammanussati (perenungan terhadap kualitas Dhamma), kita sebutkan di awal “Svakkhato Bhagavata Dhammo” yang berarti Dhamma ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan. Svakkhato atau sempurna di sini maksudnya sudah tidak perlu ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi lagi. Hal ini dapat dibuktikan karena Kitab Suci Agama Buddha tidak pernah direvisi dari ketika awal ditulis pada daun lontar hingga saat ini.
Selanjutnya, “Sanditthiko” yang maksudnya berada sangat dekat. Mengapa dikatakan Dhamma berada sangat dekat? Karena sesungguhnya Dhamma ada di diri kita sendiri. Oleh karena itulah ketika kita melakukan puja bhakti di Vihara, belum pernah menggunakan pengeras suara hingga terdengar keluar dari gedung Vihara.
Lalu, “Akaliko” yang tidak lain adalah tak bersela waktu. Saat Dhamma dipraktekkan, langsung menyembuhkan. Setelah melakukan kamma baik, kita tidak harus menunggu kamma vipaka baiknya berbuah di kehidupan yang akan datang. Karena kamma vipaka baik bisa saja berbuah langsung di kehidupan sekarang. Sehingga tidak perlu menunggu kiamat baru dapat merasakan kebahagiaan dari kamma vipaka baik tersebut.
Setelah itu, Ehipassiko. Kualitas Dhamma yang paling populer ini sudah jelas bahwa artinya mengundang untuk dibuktikan. Dapat dikatakan begitu karena Buddha tidak pernah merahasiakan sedikitpun ajaran yang telah ditemukan-Nya. Bahkan Bhagava dengan lantang meminta murid-murid-Nya untuk membuktikan terlebih dahulu semua ajaran-Nya sebelum menerimanya mentah-mentah.
Kemudian, Opanayiko. Artinya menuntun ke dalam batin, yang rincinya bermakna dapat dipraktekkan. Seluruh ajaran Buddha yang telah dibabarkan pada manusia dapat dipraktekkan. Bukan semata-mata wawasan atau pemahaman yang tidak dapat merubah apapun menjadi lebih baik. Di awal dikatakan bahwa sesungguhnya Dhamma merupakan seluruh fenomena yang berada di alam semesta ini. Lalu, apakah berarti seluruh Dhamma tersebut bermanfaat dan dapat dipraktekkan? Hal ini telah ditanyakan terlebih dahulu pada jaman Buddha Gotama ketika salah seorang murid-Nya bertanya. Buddha Gotama menjelaskan dengan bijak bahwa Dhamma yang diajarkan Bhagava hanya sebanyak satu lembar daun di tangan-Nya dari banyaknya daun seluruh pohon-pohon di hutan. Mengapa hanya dibabarkan demikian? Karena hanya sebanyak itulah yang bermanfaat dan dapat merubah segala sesuatu menjadi lebih baik. Sungguh luar biasa memiliki guru seperti Bhagava.
Kualitas Dhamma terakhir adalah “Paccatam veditabbo vinnuhi” yang tidak lain adalah dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. Dhamma tidak hanya dapat dipraktekkan oleh umat Buddha, karena Dhamma bersifat universal, melampaui keadaan, waktu, dan tempat. Siapapun baik umat Buddha, bukan umat Buddha, seluruh manusia, bahkan seluruh makhluk seperti binatang, hantu, dewa, dan makhluk-makhluk lainnya dapat mempraktekkan Dhamma. Ada Buddha atau tidak ada Buddha, Dhamma tetaplah ada.

0 comments :

Post a Comment