Pages

Friday, February 13, 2015

Tujuan Hidup Manusia menurut Agama Buddha (Part 2)

Setelah membaca artikel sebelumnya, yaitu Tujuan Hidup Manusia menurut Agama Buddha (Part 1), dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan dibagi menjadi tiga jenis. Tiga jenis kebahagiaan tersebut tidak lain adalah kebahagiaan dalam kehidupan saat ini atau kebahagiaan duniawi, kebahagiaan dalam kehidupan yang akan datang atau kebahagiaan surgawi (kebahagiaan karena hidup di alam surga), dan kebahagiaan tanpa kondisi atau nibbana. Dalam artikel ini akan lebih membahas kebahagiaan dalam kehidupan saat ini.
Kebahagiaan tersebut ada ukurannya, yaitu diukur dengan rasa cukup. Misalnya, rasa cukup pada empat kebutuhan pokok. Tapi pada kenyataannya, rasa cukup setiap orang berbeda-beda. Rasa cukup yang dirasakan oleh orang menengah ke atas, pastinya tidak sama dengan yang dirasakan oleh orang menengah ke bawah. Bahkan rasa cukup sesama orang menengah ke atas saja belum tentu sama, bisa saja berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, ukuran dari kebahagiaan duniawi ini sebaiknya diseragamkan menggunakan rasa cukup pada para bhikkhu/bhiksu.
Kebutuhan pokok yang pertama, yaitu makanan. Bhikkhu pada jaman Buddha Gotama hanya makan dua kali dalam sehari. Jika kita dapat makan tiga kali atau lebih dalam sehari, berarti sesungguhnya kita sudah dapat dikatakan bahagia karena sudah lebih dari cukup. Kadang kala keserakahan diri sendirilah yang menyamarkan kebahagiaan tersebut.
Yang kedua adalah pakaian. Hingga kini pun para bhikkhu hanya diperbolehkan memiliki satu pakaian. Siapa saja yang dapat memiliki pakaian lebih dari satu, terlebih lagi dapat memiliki pakaian sebanyak satu lemari, sesungguhnya sudah dikatakan bahagia.
Kebutuhan pokok selanjutnya adalah tempat tinggal. Semasa Buddha Gotama masih hidup, para bhikkhu hanya tinggal di goa-goa, karena mereka tidak menetap di suatu tempat. Beberapa kali mungkin bisa saja tinggal di cetiya atau vihara, tapi tetap saja tidak dapat tinggal di sana dalam jangka waktu yang lama. Pastinya sekarang sudah tidak ada lagi yang masih tinggal di goa-goa, dan tidak banyak yang tinggal di vihara. Dapat memiliki rumah, meskipun tidak besar, tidak mewah, tidak berlantai tinggi, sesungguhnya sudah bahagia.
Kemudian, obat-obatan. Pada jaman dahulu pun para bhikkhu hanya meminum air urinnya sendiri ketika sakit. Hal ini sebenarnya cara yang sehat secara biologis, dan pada jaman sekarang lebih dikenal dengan istilah terapi urin. Tapi orang-orang yang ketika sakit dapat membeli obat baik kimiawi maupun tradisional, maka mereka sesungguhnya bahagia.

Referensi:
Uttamo, Bhikkhu. “Ketuhanan dalam Agama Buddha”. 20 Oktober 2003. http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/?mobile=1

0 comments :

Post a Comment