Pages

Saturday, February 7, 2015

Pendahuluan Blog dan Perkenalan Penulis

Blog ini akan memuat artikel-artikel mengenai Dhamma hasil tulisan tangan seorang Dhammaduta, yaitu saya sendiri. Nama saya Aditya, lengkapnya Aditya Tandi. Ya, benar saya se-tan (bahasa hokkien) atau dalam bahasa Indonesia bermarga Tan. “Adi” itulah nama panggilan yang biasa terlontar di lingkungan keluarga kepada saya. Tapi di lingkungan sekolah, kampus, vihara, atau lingkungan eksternal lainnya, kebanyakan orang memanggil Adit sebagai tanda keakraban mereka dengan saya. “Aditya” merupakan sebuah nama asli Indonesia yang populer, terutama di lingkungan hidup saya. Beberapa orang merasa bangga akan kepopuleran namanya di lingkungan. Menurut mereka populer/banyak dipakai berarti nama tersebut bagus dan memiliki arti/makna yang baik, tapi tidak untuk saya. Saya akan jelaskan jika kita berjodoh Dhamma di vihara, organisasi, atau lingkungan lainnya.
Kembali kepada pendahuluan blog ini. Artikel-artikel Dhamma yang akan ditulis di sini tidak semata-mata berdasarkan pemahaman yang sangat amat dasar dan pengetahuan yang tidak pasti. Saya akan mencoba memasukkan sumber-sumber di mana saya berpendapat nantinya, dan sumber-sumber tersebut tidak lain adalah dari Tipitaka/Tripitaka yang merupakan kitab suci Agama Buddha itu sendiri. Topik-topik yang akan tersedia nantinya pun merupakan hasil survey dari beberapa anak remaja buddhis di lingkungan saya sebagai penulis. Tidak hanya memuat artikel-artikel Dhamma, blog ini juga akan menyediakan cerita-cerita dari pengalaman pribadi saya sendiri sebagai seorang dhammaduta baik dalam dhammadesana, berorganisasi, maupun cerita kehidupan yang lebih bersifat pribadi.
Sebagai penulis dan Dhammaduta, saya termasuk orang yang beruntung karena sudah dibekali terlahir di keluarga yang meskipun tidak secara keseluruhan, tapi terpenting adalah memiliki kedua orang-tua yang buddhis dan mengenal Dhamma. Dengan pemahaman mereka terhadap Dhamma, mereka memutuskan menyekolahkan saya di SD Maitreya dari tahun 2001 hingga tahun 2006 pada saat itu. Meskipun sekolah tersebut bernama Maitreya, tapi pendidikan agama di sana tetap secara Theravada. Hingga akhirnya saya dilanjutkan ke sekolah negeri, yaitu SMP Negerti 1 Karawang Barat dan SMA Negeri 1 Karawang. Dan sekolah di sana bukan berarti saya dijauhkan dari Dhamma. Keberuntungan saya selanjutnya adalah mendapatkan pendidikan Agama Buddha di sekolah negeri, yang juga berjodoh Dhamma dengan guru agama ketika SD. Dengan memiliki dasar pengetahuan Dhamma dari SD, SMP, hingga SMA, saya sempat beberapa kali mengikuti kegiatan Dhamma Class yang diadakan di vihara tempat saya aktif berorganisasi, yaitu Vihara Buddha Guna Karawang. Diawali pertengahan tahun 2013, keberuntungan saya lainnya adalah memiliki ayah yang berjaringan luas dan dapat mendorong saya untuk dhammadesana di beberapa daerah.

0 comments :

Post a Comment