Setiap
orang memiliki sesuatu yang mereka takuti. Hal itu merupakan hal yang wajar. Mungkin
ada kaitannya dengan kejadian di masa lampau yang pernah dialami dan hal
tersebut membuat seseorang tersebut menjadi takut dan trauma, sehingga dia tak mau
sama sekali melihat, bertemu, atau berhubungan dengan hal-hal tersebut. Rasa
takut tersebut sebagian besar di lingkungan sekitar kita lebih akrab dikenal
dengan istilah fobia. Beberapa dari para pembaca mungkin justru malah tidak
mengenal istilah fobia ini. Dalam id.wikipedia.org, “Fobia (gangguan anxietas
fobik) adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena.”
Aku sendiri pun
sejujurnya memiliki rasa takut terhadap beberapa hal. Namun, aku tak tahu
apakah beberapa hal tersebut dapat dikatakan bahwa aku memiliki fobia. Karena
yang kulihat di televisi-televisi, orang yang fobia akan sangat ekspresif saat
melihat atau bertemu dengan hal yang dia takuti. Misalnya, temanku di Vihara memiliki
fobia terhadap badut, sehingga dia akan menjerit-jerit hingga tertangis-tangis
saat berhadapan atau bertemu langsung dengan badut.
Berbeda dengan itu,
rasa takut yang aku alami sepertinya terlihat biasa saja, karena mungkin
terdapat banyak orang yang bisa saja merasakan hal yang sama sepertiku. Yang paling dominan, rasa takut terhadap kecoa. Sejauh yang aku ketahui, hampir semua
laki-laki sejati di seluruh nusantara memiliki rasa takut terhadap hewan yang
satu ini. Dengan ukuran yang kecil, aroma tidak sedap yang khas, serta postur
tubuh dan warna kulit yang menjijikan, makhluk luar biasa ini mendapatkan gelar hewan paling ditakuti di seluruh dunia. Di posisi kedua (runner-up) cicak mengejar masih dalam kategori yang sama.
Hari Rabu, 25 April
2015, kemarin aku mengalami tragedi yang begitu dahsyat. Kejadian tersebut
mengambil lokasi di kostku, tepatnya di kamar mandi. Kost tempatku tinggal
(Jakarta) memiliki empat atau lima lantai (aku tak pernah mengecek hingga ke
lantai 5, sehingga tak tahu pasti). Lantai satu dan dua yang kini menjadi
tempat menjual makanan Sang Pemilik Kost, serta lantai tiga, empat, dan
(mungkin) lima merupakan kamar-kamar kost yang ditinggali para mahasiswa
sebagian besarnya. Di lantai tiga di mana kamarku berada, memiliki dua kamar
mandi (sepertinya setiap lantai memang memiliki dua kamar mandi). Kamar mandi
yang sebelah kiri (sebelah kiri jika dilihat dari depan pintu kamar mandi
tersebut) sepertinya selokan atau saluran airnya dilalui oleh air, kotoran, dll
dari lantai-lantai atas termasuk kamar mandi sebelahnya (sebelah kanan jika
dilihat dari depan pintu kamar mandi). Hal tersebut membuat kamar mandi sebelah
kiri menjadi lebih bau dibanding kamar mandi lainnya. Oleh karena itu, sering
terlihat penampakan kecoa di kamar mandi tersebut. Kondisi kamar mandi yang
sering kotor dan beraroma tidak sedap mengkondisikan kecoa merasa nyaman di sana.
Suatu saat aku tengah
buang air di kamar mandi tersebut, itu pun karena terpaksa menggunakan kamar
mandi tersebut karena kamar mandi sebelahnya pun tengah digunakan orang lain.
Dengan rasa waswas, cemas, dan keringat mengalir deras, aku melihat seekor
kecoa masuk ke kamar mandi tersebut saat aku sedang buang air besar. Sejujurnya
aku sangat amat takut pada saat itu. Namun, dengan berpikir panjang rasanya
tidak mungkin jika aku lari keluar kamar mandi tanpa bersih-bersih dan
mengenakan celana terlebih dahulu. Sementara strategi yang lewat sepintas di
benakku adalah mengguyur lantai dengan air menggunakan gayung. Kuharap air
tersebut membuat lantai licin dan kecoa tersebut sulit berjalan di atas lantai
yang banjir karena kusirami dengan air terus-menerus. Hingga akhirnya aku
berhasil membuat hewan unik tersebut terbalik dan dia sulit membalikkan
badannya kembali. Di situ aku belajar sesuatu, bahwa ternyata hewan menakutkan
seperti kecoa juga memiliki kelemahan.
0 comments :
Post a Comment