Kita
telah mengetahui dari artikel Tujuan Hidup Manusia menurut Agama Buddha (Part 3) bahwa kebahagiaan duniawi ternyata dihalalkan dalam Agama Buddha. Tapi, meskipun
begitu hal tersebut juga tidak dianjurkan oleh Buddha.
Dalam
Kitab Suci Agama Buddha (Tipitaka), bagian Keranjang Sutta (Sutta Pitaka),
tepatnya di Anguttara Nikaya, dijelaskan pada Vyagghapajja Sutta bahwa ketika
itu Buddha Gotama tengah berdiam di antara Suku Koliya, Kota Kakkarapatta.
Seorang umat awam bernama Dighajanu datang mendekati Buddha Gotama dan tak lupa
menghormati Bhagava dengan bernamakara/bernamaskara. Setelah menghormat, umat
awam ini duduk di satu sisi. Di sana ia mengutarakan suatu hal pada Buddha
Gotama, “Bhante, kami adalah umat awam yang menikmati kesenangan duniawi......”
Singkat cerita, Dighajanu melanjutkan dengan mengatakan, “Bhante, kepada kami
ini biarlah Bhagava membabarkan Dhamma, mengajarkan hal-hal yang membawa pada
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang ini......”
Kemudian
Buddha Gotama menjelaskan bahwa terdapat empat hal yang menghasilkan
kebahagiaan dalam kehidupan saat ini, yang maksudnya adalah kehidupan duniawi.
Bhagava menjabarkan dengan seksama. Yang pertama adalah utthanasampada. Rajin,
bersemangat, dan terampil dalam mengerjakan apa saja. Terampil di sini
maksudnya adalah ahli dalam melakukan sesuatu. Misalnya, seorang tukang kayu
sebaiknya ahli dari memilah, memotong, hingga mengampas kayu. Serta produktif,
maksudnya dengan keahliannya tersebut sebaiknya dapat menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat.
Kedua,
arakkhasampada. Ia harus pandai menjaga penghasilannya. Bukan hanya pandai
menjaga hasil kerjanya (penghasilan), sebaiknya juga pandai menjaga cara
kerjanya atau kinerjanya. Jika kinerja tersebut sudah baik, haruslah terus
menjadi lebih baik, atau setidaknya tidak menurun. Akan lebih sempurna apabila
juga pandai menjaga barang/jasa yang dihasilkannya (produktivitasnya).
Setelah
itu, kalyanamitta. Mencari pergaulan yang baik. Sudah sepatutnya memiliki
sahabat yang baik, terpelajar, bermoral. Bergaul dengan mereka yang
mengingatkan kita untuk tidak melakukan perbuatan buruk, dan agar selalu
melakukan perbuatan baik.
Yang
terakhir, Samajivikata. Harus dapat hidup dengan batas-batas kemampuannya.
Tidak menginginkan sesuatu sampai-sampai mengambil barang yang tidak diberikan.
Sudah sepatutnya kita cukup memiliki sesuatu yang dibutuhkan, bukan yang
diinginkan. Buddha mengajarkan bahwa dari seluruh penghasilan para umat awam, sebaiknya
50% digunakan untuk diputar kembali dalam usaha. Kemudian, secara ideal 25%
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Lalu, 25% terakhir akan lebih baik digunakan
sebagai tabungan baik tabungan di kehidupan saat ini maupun kehidupan yang akan
datang (berdana).
Referensi:
"Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha" http://artikelbuddhist.com/2011/05/ agama-dan-tujuan-hidup-umat-buddha.html
0 comments :
Post a Comment