Setelah
membaca artikel sebelumnya, yaitu Tujuan Hidup Manusia menurut Agama Buddha (Part 1), dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan dibagi menjadi tiga jenis. Tiga jenis
kebahagiaan tersebut tidak lain adalah kebahagiaan dalam kehidupan saat ini atau
kebahagiaan duniawi, kebahagiaan dalam kehidupan yang akan datang atau
kebahagiaan surgawi (kebahagiaan karena hidup di alam surga), dan kebahagiaan
tanpa kondisi atau nibbana. Dalam artikel ini akan lebih membahas kebahagiaan
dalam kehidupan saat ini.
Kebahagiaan
tersebut ada ukurannya, yaitu diukur dengan rasa cukup. Misalnya, rasa cukup pada
empat kebutuhan pokok. Tapi pada kenyataannya, rasa cukup setiap orang berbeda-beda.
Rasa cukup yang dirasakan oleh orang menengah ke atas, pastinya tidak sama
dengan yang dirasakan oleh orang menengah ke bawah. Bahkan rasa cukup sesama
orang menengah ke atas saja belum tentu sama, bisa saja berbeda satu sama lain.
Oleh karena itu, ukuran dari kebahagiaan duniawi ini sebaiknya diseragamkan
menggunakan rasa cukup pada para bhikkhu/bhiksu.
Kebutuhan
pokok yang pertama, yaitu makanan. Bhikkhu pada jaman Buddha Gotama hanya makan
dua kali dalam sehari. Jika kita dapat makan tiga kali atau lebih dalam sehari,
berarti sesungguhnya kita sudah dapat dikatakan bahagia karena sudah lebih dari cukup. Kadang kala
keserakahan diri sendirilah yang menyamarkan kebahagiaan tersebut.
Yang
kedua adalah pakaian. Hingga kini pun para bhikkhu hanya diperbolehkan memiliki
satu pakaian. Siapa saja yang dapat memiliki pakaian lebih dari
satu, terlebih lagi dapat memiliki pakaian sebanyak satu lemari, sesungguhnya
sudah dikatakan bahagia.
Kebutuhan
pokok selanjutnya adalah tempat tinggal. Semasa Buddha Gotama masih hidup, para
bhikkhu hanya tinggal di goa-goa, karena mereka tidak menetap di suatu tempat.
Beberapa kali mungkin bisa saja tinggal di cetiya atau vihara, tapi tetap saja
tidak dapat tinggal di sana dalam jangka waktu yang lama. Pastinya sekarang
sudah tidak ada lagi yang masih tinggal di goa-goa, dan tidak banyak yang
tinggal di vihara. Dapat memiliki rumah, meskipun tidak besar, tidak mewah,
tidak berlantai tinggi, sesungguhnya sudah bahagia.
Kemudian,
obat-obatan. Pada jaman dahulu pun para bhikkhu hanya meminum air urinnya
sendiri ketika sakit. Hal ini sebenarnya cara yang sehat secara biologis, dan
pada jaman sekarang lebih dikenal dengan istilah terapi urin. Tapi orang-orang
yang ketika sakit dapat membeli obat baik kimiawi maupun tradisional, maka
mereka sesungguhnya bahagia.
Referensi:
Uttamo,
Bhikkhu. “Ketuhanan dalam Agama Buddha”. 20 Oktober 2003. http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/?mobile=1
0 comments :
Post a Comment