Pages

Saturday, April 18, 2015

Dana dalam Agama Buddha

Bulan Maret lalu, seperti yang telah kita ketahui bahwa seorang selebritis yang tidak lain merupakan pelawak sekaligus presenter terfavorit Indonesia, yaitu Olga Syahputra, telah meninggal dunia. Olga dapat dikatakan orang yang berada (kaya raya). Meskipun bukan seorang pengusaha ternama di Indonesia, bukan direktur perusahaan PT, tapi tidak dapat dipungkiri bawa gajinya di dunia entertainment mencapai puluhan juta per-2 jam. Sedangkan dalam sehari, Beliau dapat kita lihat di lebih dari satu acara di stasiun TV. Dengan kata lain, almarhum dapat menikmati minimal 100 juta per-harinya. Tapi, bagaimanapun dengan kamma vipaka yang kurang mendukung, Olga mau tidak mau harus meninggalkan hartanya di dunia.
Dari artikel Tujuan Hidup Manusia menurut Agama Buddha (Part 3), tentunya kita telah memahami jelas bahwa Buddha tidak mewajibkan murid-murid-Nya untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan lalu menjadi Bhikkhu/Bhikkhuni. Sebagai bukti yang menegaskan pernyataan saya, kita dapat membaca Kitab Suci Tipitaka, bagian Sutta Pitaka, tepatnya di Anguttara Nikaya BAB II, Gatha 65. Selain itu, Buddha sendiri juga mengajarkan pada para umat awam masih di Anguttara Nikaya, Vyagghapajja Sutta. Di point 4, yaitu Samajivikata, Bhagava menjelaskan bahwa para umat awam haruslah dapat hidup dengan batas-batas kemampuannya. Tidak berhenti di situ, Buddha juga menjabarkan dari semua pendapatan bersih kita (umat awam), sebaiknya 50% digunakan untuk investasi usaha, 25% digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 25% sisanya digunakan untuk tabungan. Dalam kitab komentar siswa-Nya merincikan bahwa 25% yang digunakan untuk tabungan, sebaiknya 20% digunakan untuk tabungan kehidupan saat ini, dan 5% lagi digunakan untuk tabungan kehidupan yang akan datang (berdana).
Dana dalam Agama Buddha memang bukan sebagai faktor utama menuju Nibbana. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa Dana juga berkontribusi besar sepanjang jalan menuju Sang Jalan. Dalam Punnakiriyavatthu, Dana menjadi point nomor satu, bukan nomor dua atau nomor tiga. Di Sangahavatthu, Dana juga menjadi point nomor satu. Bahkan 10 parami juga menjadikan Dana point nomor satu. Dapat dilihat bahwa Buddha dalam membabarkan Dhamma, selalu diawali dengan mengajarkan Dana, terutama kepada umat awam.
Dengan menyimpulkan bahwa Dana merupakan perbuatan baik yang cukup penting, tentunya hal penting tersebut menawarkan kita manfaat yang mungkin menggiurkan. Oleh karena itu, Macchari Sutta dalam Samyutta Nikaya berbunyi, “Mereka yang kikir di sini, di dunia ini; orang-orang pelit, pencaci; orang-orang yang membuat rintangan bagi orang lain yang suka memberikan persembahan, mereka akan terlahir kembali di neraka, di alam binatang, atau alam Yama. Jika mereka kembali ke alam manusia, mereka akan terlahir dalam keluarga miskin di mana pakaian, makanan, dan aktivitas olah-raga diperoleh dengan susah payah. Apapun yang diharapkan oleh si dungu dari orang lain, bahkan itu pun tidak mereka peroleh. Ini adalah akibat dalam kehidupan ini dan kelahiran yang buruk di masa depan...” Sebaliknya, “... Bagi mereka yang terlahir di alam manusia ramah dan dermawan, yakin dalam Buddha dan Dhamma, serta menghormati Sangha, orang-orang ini menerangi alam surga di mana mereka akan terlahir kembali. Jika mereka kembali ke alam manusia, mereka akan terlahir kembali dalam keluarga kaya di mana pakaian, makanan, dan aktivitas olah-raga diperoleh tanpa susah payah. Mereka bergembira bagaikan para dewa yang mengendalikan barang-barang, yang dikumpulkan oleh orang lain. Ini adalah akibat dalam kehidupan ini dan kelahiran yang baik di masa depan.”


Referensi:
dahSyat. “Olga Presenter Terfavorit Indonesia – dahSyat 28 Maret 2015.” 30 Maret 2015. https://www.youtube.com/watch?v=Wk5v20LEMJM

Bodhi, Bhikkhu. “Mengapa Berdana.” 11 Januari 2005. http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/mengapa-berdana/

“Dana.” 27 Oktober 2013. http://dhammacitta.org/dcpedia/D%C4%81na

0 comments :

Post a Comment